Sebenarnya bukan kali pertama mengunjungi kabupaten Malinau, setelah mengajar UT, mengawal bantuan komputer dari Kemkominfo, selanjutnya supervisi mahasiswa KKN Unmul di sana. Jarak tempuh menuju kabupaten Malinau bisa mencapai 1-2 hari kalau kita menggunakan mobil dari Samarinda-Balikpapan, disambung pesawat ke Tarakan, kemudian dilanjutkan lagi dengan kapal sekitar 3-4 jam dari Tarakan-Malinau. Sayangnya kapal hanya beroperasi sampai pkl. 14.00 wita, sehingga bagi penumpang yang terlambat ke Tarakan harus menginap semalam untuk ikut kapal besok harinya. Tapi itu dulu sewaktu mengajar UT, sekarang jarak Samarinda-Malinau bisa ditempuh 2 jam naik pesawat kecil Susi Air yang dipiloti oleh orang-orang Australia.
|
Susi Air |
Kesan pertama naik pesawat ini adalah tangga yang kecil, ruangan yang sempit, dan bisa melihat jelas kegiatan pilotnya karena tidak ada dinding penyekat antara pilot dengan penumpang. Jumlah penumpang maksimal 12 orang termasuk pilot dan co-pilot. Ketinggian jelajah pesawat tidak begitu tinggi seperti pesawat komersial biasa, kita masih bisa melihat jelas bangunan dan pemandangan di bawah melalui jendelanya. Setiap melalui awan yang tebal dan hujan lebat, pesawat akan terasa bergoyang, bahkan terhempas ke bawah, seperti beberapa kali yang kami alami. Sebelum naik pesawat, barang dan berat badan penumpang ditimbang untuk memastikan bahwa pesawat tidak overload. Kemudian bagasi akan dibawa secara manual dan dibagi di luar ruangan.
|
Mobil Lapangan Pemkab |
|
Bersama Wabup Malinau |
Demi menghemat waktu, maka kami memilih pesawat langsung ke Malinau, dengan semua resikonya. Sesampai di Malinau, kami disambut oleh perwakilan mahasiswa KKN. Mereka cerita kalau lokasi yang akan disupervisi letaknya di luar kota dan sulit kendaraan sehingga tidak bisa tembus dalam waktu 1 hari. (harus menginap) Untunglah wakil Bupati Malinau bapak Taufan adalah alumni Unmul, dan beliau mau direpoti untuk meminjamkan kendaraan dinas pemkab, membantu supervisi mahasiswa KKN di beberapa lokasi. Jadilah saya dan mahasiswa naik mobil lapangan pemkab Malinau dengan flat merah 8173 T yang dikemudikan oleh bapak Lagan, melintasi jalan tanah berbatu milik perusahaan tambang.
Setelah 3 jam perjalanan, kami mampir di kecamatan tempat desa yang akan kami kunjungi, dengan maksud untuk bersilaturahmi dengan camat setempat. Tanpa disangka-sangka, semua kelapa Desa sedang berkumpul di tempat itu untuk menghadiri rapat penting. Sehingga kami dapat tanda tangan semua kepala Desa di sana, sekaligus silaturahmi dengan orang-orang di kecamatan termasuk bapak Camat Loreh, Bapak Fiter. Kesan pertama melihat bapak camat, masih muda dan pegawai kecamatan yang masih sedikit (kurang pegawai).
|
Bersama bpk Fiter, Camat Loreh (tengah) |
Berhubung tanda tangan sudah dapat, tetapi stempel desa belum ada, maka kami memutuskan untuk tetap berkunjung ke desa-desa tempat mahasiswa KKN dan melihat program kerja mereka. Cerita lucu, unik dan keluh-kesah mahasiswa KKN membuat suasana supervisi menjadi meriah dan berkesan. Beberapa program kerja sudah mereka laksanakan namun beberapa lagi masih belum selesai, mengingat masa KKN masih sampai tanggal 25 Agustus. Cerita lucu mereka ketika mencari signal hp harus naik ke atas gunung atau merapat ke dinding rumah, atau rebutan 1 motor untuk belanja ke luar. Setiap hari makan sayur pakis dan ikan asin, mandi di sungai yang airnya keruh. Tapi mereka juga berterimaksih kepada pemkab setempat karena telah membekali setiap kelompok KKN dengan uang sebesar Rp.2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) pada hari pertama KKN serta beras yang dibagi cuma-cuma dari jatah raskin.
|
Bersama bapak-bapak Kades dan pak Lagan di Kantor Kecamatan |
|
Bersama sebagian Mhs KKN |
|
medan yang dilewati |
Setelah berkeliling desa KKN, kami memutuskan untuk pulang hari itu juga dan mencari rumah makan untuk istirahat sebentar. Tibalah kami di rumah makan kecil milik penduduk setempat, kami duduk berhadapan dengan seseorang yang rasanya perna kami lihat tapi lupa di mana. Saya mengajak mahasiswa ,evi, dedi dan pak lagan untuk memesan makan bersama. tiba-tiba ada suara yang nyeletuk bahwa pak lagan gak usah dikasih makan. Karena merasa tidak kenal, saya tidak menanggapi. begitu selesai makan, dan mau membayar, tiba-tiba ibu warung menjelaskan bahwa makanan kami sudah dibayari oleh bapak tadi. Barulah kami sadar (saya dan evi) bahwa pemuda yang di depan kami tadi adalah bapak Camat Loreh yang sudah berganti pakaian sipil (kaos) sehingga terlihat santai dan kami pun tidak mengenalinya. Mau bilang terimakasih tetapi orangnya sudah pergi, mau ditelepon dan sms juga tidak ada signal.....hehehe jadi malu.
Semoga cerita ini menjadi kenang-kenangan bagi mahasiswa KKN, tetap semangat, jaga nama almamater, kompak dan sukses selalu.....
|
(by: R-diani) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar